STRUKTUR ATOM
Teori Kuantum Max Planck
Max Planck, ahli fisika
dari Jerman, pada tahun 1900 mengemukakan teori kuantum. Planck
menyimpulkan bahwa atom-atom dan molekul dapat memancarkan atau menyerap
energi hanya dalam jumlah tertentu. Jumlah atau paket energi terkecil
yang dapat dipancarkan atau diserap oleh atom atau molekul dalam bentuk
radiasi elektromagnetik disebut kuantum. Planck menemukan bahwa energi foton (kuantum) berbanding lurus dengan frekuensi cahaya.
dengan
Salah satu fakta yang mendukung kebenaran dari teori kuantum Max Planck adalah efek fotolistrik, yang dikemukakan oleh Albert Einsteinpada tahun 1905. Efek fotolistrik adalah
keadaan di mana cahaya mampu mengeluarkan elektron dari permukaan
beberapa logam (yang paling terlihat adalah logam alkali) (James E.
Brady, 1990).
Susunan alat yang dapat menunjukkan efek
fotolistrik ada pada gambar 1.1. Elektrode negatif (katode) yang
ditempatkan dalam tabung vakum terbuat dari suatu logam murni, misalnya
sesium. Cahaya dengan energi yang cukup dapat menyebabkan elektron
terlempar dari permukaan logam.
Elektron tersebut akan tertarik ke kutub positif (anode) dan menyebabkan aliran listrik melalui rangkaian tersebut.
Percobaan Efek Fotolistrik Memperlihatkan
susunan alat yang menunjukkan efek fotolistrik, Seberkas cahaya yang
ditembakkan pada permukaan pelat logam akan menyebabkan logam tersebut
melepaskan elektronnya.Elektron tersebut akan tertarik ke kutub positif
dan menyebabkan aliran listrik melalui rangkaian tersebut. Sumber:
General Chemistry, Principles & Structure, James E. Brady, 5th ed,
1990.
Einstein menerangkan bahwa cahaya terdiri
dari partikel-partikel foton yang energinya sebanding dengan frekuensi
cahaya. Jika frekuensinya rendah, setiap foton mempunyai jumlah energi
yang sangat sedikit dan tidak mampu memukul elektron agar dapat keluar
dari permukaan logam. Jika frekuensi (dan energi) bertambah, maka foton
memperoleh energi yang cukup untuk melepaskan elektron (James E. Brady,
1990). Hal ini menyebabkan kuat arus juga akan meningkat. Energi foton
bergantung pada frekuensinya.
dengan:
h = tetapan Planck (6,626 × 10–34 J dt)
c = kecepatan cahaya dalam vakum (3 × 108 m det–1)
λ = panjang gelombang (m)
Teori Atom Bohr
Teori Rutherford selanjutnya diperbaiki
oleh Niels Bohr, Pendekatan yang dilakukan Bohr adalah sifat dualisme
yang dapat bersifat sebagai partikel dan dapat bersifat sebagai
gelombang.
Hal ini dibuktikan oleh Bohr dengan
melihat spektrum dari atom hidrogen yang dipanaskan. Spektrum yang
dihasilkan sangat spesifik hanya cahaya dari frekuensi tertentu.
Spektrum yang dihasilkan merupakan gambaran bahwa elektron mengelilingi
inti, beberapa spektrum yang dihasilkan mengindikasikan bahwa elektron
mengelilingi inti dalam berbagai tingkat energi.
Hasil ini telah mengantarkan Bohr untuk mengembangkan model atom (Gambar 3.10) yang dinyatakan bahwa :
- Atom tersusun atas inti bermuatan positif dan dikelilingi oleh elektron yang bermuatan negatif.
- Elektron mengelilingi inti atom pada orbit tertentu dan stasioner (tetap), dengan tingkat energi tertentu.
- Eelektron pada orbit tertentu dapat berpindah lebih tinggi dengan menyerap energi. Sebaliknya, elektron dapat berpindah dari orbit yang lebih tinggi ke yang rendah dengan melepaskan energi.
- Pada keadaan normal (tanpa pengaruh luar), elektron menempati tingkat energi terendah (disebut tingkat dasar = ground state).
Teori atom yang diajukan oleh Bohr, hanya
dapat menjelaskan hubungan antara energi dengan elektron untuk atom
hidrogen, namun belum memuaskan untuk atom yang lebih besar.
Gambar 3.10. Model atom menurut teori
atom Bohr, (A) elektron berpindah dari lintasan dalam keluar dan (B)
dari lintasan luar ke dalam
Hipotesis Louis de Broglie
Pada tahun 1924, Louis de Broglie,
menjelaskan bahwa cahaya dapat berada dalam suasana tertentu yang
terdiri dari partikel-partikel, kemungkinan berbentuk partikel pada
suatu waktu, yang memperlihatkan sifat-sifat seperti gelombang (James E
Brady, 1990).
Hipotesis de Broglie terbukti benar
dengan ditemukannya sifat gelombang dari elektron. Elektron mempunyai
sifat difraksi seperti halnya sinar–X. Sebagai akibat dari dualisme
sifat elektron sebagai materi dan sebagai gelombang, maka lintasan
elektron yang dikemukakan Bohr tidak dapat dibenarkan. Gelombang tidak
bergerak menurut suatu garis, melainkan menyebar pada suatu daerah
tertentu.
Teori Mekanika Kuantum
Anda telah mempelajari perkembangan model
atom mulai dari Dalton sampai dengan Niels Bohr pada modul Kim. X. 02.
Masih ingat bukan ?
Model atom Niels Bohr dapat menjelaskan
inti atom yang bermuatan positif yang dikelilingi oleh elektron yang
bermuatan negatif di dalam suatu lintasan. Elektron dapat berpindah dari
satu lintasan ke yang lain dengan menyerap atau memancarkan energi
sehingga energi elektron atom itu tidak berkurang.
Model atom Bohr ini merupakan model atom
yang mudah dipahami, namun Bohr hanya dapat menjelaskan untuk atom
berelektron sedikit dan tidak dapat menjelaskan bagaimana adanya sub
lintasan-lintasan yang terbentuk diantara lintasan-lintasan elektron.
Karena itu dalam perkembangan selanjutnya, teori atom dikaji dengan
menggambarkan pendekatan teori atom mekanika kuantum.
Perkembangan muktahir di bidang mekanika
kuantum dimulai dari teori Max Planck yang mengemukakan kuanta-kuanta
energi dilanjutkan oleh Louis de Broglie tentang dualisme partikel,
kemudian oleh Werner Heisenberg tentang prinsip ketidakpastian dan yang
terakhir saat ini adalah Erwin Schrodinger tentang persamaan gelombang.
Mekanika kuantum ini dapat menerangkan
kelamahan teori atom Bohr tentang garis-garis terpisah yang sedikit
berbeda panjang gelombangnya dan memperbaiki model atom Bohr dalam hal
bentuk lintasan elektron dari yang berupa lingkaran dengan jari-jari
tertentu menjadi orbital dengan bentuk ruang tiga dimensi yang tertentu.
A. | Teori Kuantum Teori kuantum dari Max Planck mencoba menerangkan radiasi karakteristik yang dipancarkan oleh benda mampat. Radiasi inilah yang menunjukan sifat partikel dari gelombang. Radiasi yang dipancarkan setiap benda terjadi secara tidak kontinyu (discontinue) dipancarkan dalam satuan kecil yang disebut kuanta (energi kuantum).
h = Tetapan Planck = 6,626 x 10-34 J.s V = Frekuensi Planck menganggap hawa energi elektromagnetik yang diradiasikan oleh benda, timbul secara terputus-putus walaupun penjalarannya melalui ruang merupakan gelombang elektromagnetik yang kontinyu.
Penafsiran Einstein mengenai fotolistrik dikuatkan dengan emisi termionik. Dalam emisi foto listrik, foton cahaya menyediakan energi yang diperlukan oleh elektron untuk lepas, sedangkan dalam emisi termionik kalorlah yang menyediakannya. Usul Planck bahwa benda memancarkan cahaya dalam bentuk kuanta tidak bertentangan dengan penjalaran cahaya sebagai gelombang. Sementara Einstein menyatakan cahaya bergerak melalui ruang dalam bentuk foton. Kedua hal ini baru dapat diterima setelah eksperimen Compton. Eksperimen ini menunjukan adanya perubahan panjang gelombang dari foton yang terhambur dengan sudut (f) tertentu oleh partikel bermassa diam (mo). Perubahan ini tidak bergantung dari panjang gelombang foton datang (l). Hasil pergeseran compton sangat kecil dan tidak terdeteksi. Hal ini terjadi karena sebagian elektron dalam materi terikat lemah pada atom induknya dan sebagian lainnya terikat kuat. Jika elektron d timbulkan oleh foton, seluruh atom bergerak, bukan hanya elektron tunggalnya. Untuk lebih memahami tinjauan teori kuantum dan teori gelombang yang saling melengkapi, marilah kita amati riak yang menyebar dari permukaan air jika kita menjatuhkan batu ke permukaan air. Pernahkan Anda perhatikan hal ini? Analogi ini dapat menjelaskan energi yang dibawa cahaya terdistribusi secara kontinyu ke seluruh pola gelombang. Hal ini menurut tinjauan teori gelombang sedangkan menurut teori kuantum, cahaya menyebar dari sumbernya sebagai sederetan konsentrasi energi yang teralokalisasi masing-masing cukup kecil sehingga dapat diserap oleh sebuah elektron. Teori gelombang cahaya menjelaskan difraksi dan interferensi yang tidak dapat dijelaskan oleh teori kuantum. Sedangkan teori kuantum menjelaskan efek fotolistrik yang tidak dapat dijelaskan oleh teori gelombang. Bila cahaya melalui celah-celah, cahaya berlalu sebagai gelombang, ketika tiba di layar cahaya berlalu sebagai partikel. Berdasarkan data tersebut, dilakukan eksperimen lanjutan yang meneliti sifat dualisme gelombang dan partikel. Dualisme Gelombang dan Partikel Louis de Broglie meneliti keberadaan gelombang melalui eksperimen difraksi berkas elektron.
Pertikel yang bergerak memiliki sifat gelombang. Fakta yang mendukung teori ini adalah petir dan kilat. Pernahkan Anda mendengar bunyi petir dan melihat kilat ketika hujan turun? Manakah yang lebih dulu terjadi, kilat atau petir? Kilat akan lebih dulu terjadi daripada petir. Kilat menunjukan sifat gelombang berbentuk cahaya, sedangkan petir menunjukan sifat pertikel berbentuk suara. Hipotesis de Broglie dibuktikan oleh C. Davidson an LH Giermer (Amerika Serikat) dan GP Thomas (Inggris). Prinsip dualitas inilah menjadi titik pangkal berkembangnya mekanika kuantum oleh Erwin Schrodinger. Erwin Schrodinger Sebelum Erwin Schrodinger, seorang ahli dari Jerman Werner Heisenberg mengembangkan teori mekanika kuantum yang dikenal dengan prinsip ketidakpastian yaitu “Tidak mungkin dapat ditentukan kedudukan dan momentum suatu benda secara seksama pada saat bersamaan, yang dapat ditentukan adalah kebolehjadian menemukan elektron pada jarak tertentu dari inti atom”.
Erwin Schrodinger memecahkan suatu persamaan untuk mendapatkan fungsi gelombang untuk menggambarkan batas kemungkinan ditemukannya elektron dalam tiga dimensi. Persamaan Schrodinger
V |
= Posisi dalam tiga dimensi = Fungsi gelombang = massa = h/2p dimana h = konstanta plank dan p = 3,14 = Energi total = Energi potensial |
Persamaan gelombang dari Schrodinger ini
cukup rumit sehingga akan dipelajari dalam fisika kuantum pada tingkat
perguruan tinggi.
Awan elektron disekitar inti menunjukan tempat kebolehjadian elektron.
Orbital menggambarkan tingkat energi
elektron. Orbital-orbital dengan tingkat energi yang sama atau hampir
sama akan membentuk sub kulit. Beberapa sub kulit bergabung membentuk
kulit.
Dengan demikian kulit terdiri dari beberapa sub kulit dan subkulit terdiri dari beberapa orbital.
Walaupun posisi kulitnya sama tetapi posisi orbitalnya belum tentu sama.
BILANGAN KUANTUM
Selamat, Anda telah selesai mempelajari Kegiatan Belajar 1.
Kegiatan Belajar ini merupakan tindak lanjut persamaan gelombang oleh Erwin Schrodinger, yang akan memperjelas kemungkinan ditemukannya elektron melalui bilangan-bilangan kuantum. Daerah paling mungkin ditemukannya elektron disebut orbital, sehingga bilangan-bilangan akan memperjelas posisi elektron dalam atom.
Ada empat bilangan kuantum yang akan kita kenal, yaitu bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum Azimut (I), bilangan kuantum magnetic (m) dan bilangan kuantum spin (s).
Kegiatan Belajar ini merupakan tindak lanjut persamaan gelombang oleh Erwin Schrodinger, yang akan memperjelas kemungkinan ditemukannya elektron melalui bilangan-bilangan kuantum. Daerah paling mungkin ditemukannya elektron disebut orbital, sehingga bilangan-bilangan akan memperjelas posisi elektron dalam atom.
Ada empat bilangan kuantum yang akan kita kenal, yaitu bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum Azimut (I), bilangan kuantum magnetic (m) dan bilangan kuantum spin (s).
A. Pengertian Bilangan Kuantum
Marilah kita pelajari satu persatu pengertian bilangan-bilangan kuantum.
Marilah kita pelajari satu persatu pengertian bilangan-bilangan kuantum.
1.Bilangan Kuantum Utama (n)
Lambang dari bilangan kuantum utama
adalah “n” (en kecil). Bilangan kuantum utama menyatakan kulit tempat
ditemukannya elektron yang dinyatakan dalam bilangan bulat positif.
Nilai bilangan itu di mulai dari 1, 2, 3 dampai ke-n.
Masih ingatkah Anda dengan jenis-jenis kulit atom berdasarkan konfigurasi elektron yang telah dibahas di kelas X (Modul Kim. X.03). Jenis-jenis kulit atom berdasarkan konfigurasi elektron tersebut adalah K, L, M dan N.
Cobalah Anda perhatikan Tabel 1.
Masih ingatkah Anda dengan jenis-jenis kulit atom berdasarkan konfigurasi elektron yang telah dibahas di kelas X (Modul Kim. X.03). Jenis-jenis kulit atom berdasarkan konfigurasi elektron tersebut adalah K, L, M dan N.
Cobalah Anda perhatikan Tabel 1.
Tabel ini dapat dibuktikan bahwa untuk
kulit K memiliki nilai bilangan kuantum utama (n) = 1, kulit L memiliki
nilai bilangan kuantum utama (n) = 2 dan seterusnya.
Semakin dekat letak kulit atom dengan inti maka nilai bilangan kuantum utama semakin kecil (mendekati 1). Sehingga bilangan kuantum utama dapat Anda gunakan untuk menentukan ukuran orbit (jari-jari) berdasarkan jarak orbit elektron dengan inti atom.
Kegunaan lainnya, Anda dapat mengetahui besarnya energi potensial elektron. Semakin dekat jarak orbit dengan inti atom maka kekuatan ikatan elektron dengan inti atom semakin besar, sehingga energi potensial elektron tersebut semakin besar.
Setelah Anda mempelajari uraian tadi, sudahkan anda memahami arti dan fungsi bilangan kuantum utama?
Seandainya Anda paham, pelajari kembali penjelasan bilangan kuantum utama tersebut. Kalau sudah marilah kita lanjutkan ke jenis bilangan kuantum berikutnya.
Semakin dekat letak kulit atom dengan inti maka nilai bilangan kuantum utama semakin kecil (mendekati 1). Sehingga bilangan kuantum utama dapat Anda gunakan untuk menentukan ukuran orbit (jari-jari) berdasarkan jarak orbit elektron dengan inti atom.
Kegunaan lainnya, Anda dapat mengetahui besarnya energi potensial elektron. Semakin dekat jarak orbit dengan inti atom maka kekuatan ikatan elektron dengan inti atom semakin besar, sehingga energi potensial elektron tersebut semakin besar.
Setelah Anda mempelajari uraian tadi, sudahkan anda memahami arti dan fungsi bilangan kuantum utama?
Seandainya Anda paham, pelajari kembali penjelasan bilangan kuantum utama tersebut. Kalau sudah marilah kita lanjutkan ke jenis bilangan kuantum berikutnya.
2. Bilangan Kuantum Azimut (l)
Bilangan kuantum azimut menyatakan sub
kulit tempat elektron berada dan bentuk orbital, serta menentukan
besarnya momentum sudut elektron terhadap inti.
Banyaknya subkulit tempat elektron berada tergantung pada nilai bilangan kuantum utama (n). Nilai bilangan kuantum azimut dari 0 sampai dengan (n – 1). Bila n = 1, maka hanya ada satu subkulit yaitu l = 0. Sedangkan n = 2, maka ada dua subkulit yaitu l = 0 dan l = 1.
Banyaknya subkulit tempat elektron berada tergantung pada nilai bilangan kuantum utama (n). Nilai bilangan kuantum azimut dari 0 sampai dengan (n – 1). Bila n = 1, maka hanya ada satu subkulit yaitu l = 0. Sedangkan n = 2, maka ada dua subkulit yaitu l = 0 dan l = 1.
Seandainya dibuat dalam tabel maka akan tampak sebagai berikut :
Kesimpulan yang dapat diambil dari tabel adalah :
Banyaknya subkulit sama dengan nilai bilangan kuantum utama.
Subkulit ditandai dengan huruf yang didasarkan pada garis-garis spektrum yang tampak pada spektroskopi secara berurutan, seperti tabel 3.
Banyaknya subkulit sama dengan nilai bilangan kuantum utama.
Subkulit ditandai dengan huruf yang didasarkan pada garis-garis spektrum yang tampak pada spektroskopi secara berurutan, seperti tabel 3.
Janganlah Anda lupakan subkulit ini dengan bilangan kuantumnya!
Tanda subkulit ini akan digunakan pula dalam konfigurasi elektron dan sistem periodik pada kegiatan belajar 3 dan 4 dalam modul ini.
Masih ingatkah Anda bahwa setiap kulit terdiri dari beberapa subkulit. Hal ini memungkinkan untuk kulit yang berbeda akan memiliki jenis subkulit yang sama.
Perhatikan contoh tabel 4!
Tanda subkulit ini akan digunakan pula dalam konfigurasi elektron dan sistem periodik pada kegiatan belajar 3 dan 4 dalam modul ini.
Masih ingatkah Anda bahwa setiap kulit terdiri dari beberapa subkulit. Hal ini memungkinkan untuk kulit yang berbeda akan memiliki jenis subkulit yang sama.
Perhatikan contoh tabel 4!
Kulit K dan L sama-sama memiliki subkulit s.
Bagaimana dengan kulit berikutnya?
Silahkan Anda lanjutkan untuk kulit M dan N!
Bagaimana dengan kulit berikutnya?
Silahkan Anda lanjutkan untuk kulit M dan N!
Jawaban Anda akan benar jika seperti berikut :
Kulit M, maka nilai n=3 dan l=0, 1, dan 2 sehingga subkulitnya s, p, dan d.
Kulit N, maka nilai n=4 dan l=0, 1, 2, dan 3 sehingga subkulitnya s, p, d, dan f.
Dari latihan yang telah Anda kerjakan, Anda dapat melihat bahwa jenis subkulit yang sama dapat dimiliki oleh jenis kulit yang berbeda. Untuk membedakan jenis subkulit dari suatu jenis kulit ditambahkan bilangan kuantum utama. Dengan demikian, tabel sebelumnya dapat dilengkapi menjadi tabel 5.
Kulit M, maka nilai n=3 dan l=0, 1, dan 2 sehingga subkulitnya s, p, dan d.
Kulit N, maka nilai n=4 dan l=0, 1, 2, dan 3 sehingga subkulitnya s, p, d, dan f.
Dari latihan yang telah Anda kerjakan, Anda dapat melihat bahwa jenis subkulit yang sama dapat dimiliki oleh jenis kulit yang berbeda. Untuk membedakan jenis subkulit dari suatu jenis kulit ditambahkan bilangan kuantum utama. Dengan demikian, tabel sebelumnya dapat dilengkapi menjadi tabel 5.
Sebagaimana Anda telah pelajari teori
atom modern, bahwa setiap subkulit dari orbital, maka satu orbital
dinyatakan dalam satu buah kotak. Masing-masing orbital mempunyai bentuk
yang khas. Bentuk orbital akan dipelajari setelah kita selesai
mempelajari ke empat bilangan kuantum.
Marilah kita lanjutkan jenis bilangan kuantum selanjutnya!
3. Bilangan Kuantum Magnetik (m)
Bilangan kuantum magnetik menyatakan orbital tempat ditemukannya elektron pada subkulit tertentu dan arah momentum sudut elektron terhadap inti. Sehingga nilai bilangan kuantum magnetik berhubungan dengan bilangan kuantum azimut. Nilai bilangan kuantum magnetik antara – l sampai + l.
Hubungan antara bilangan kuantum azimut dengan bilangan kuantum magnetik dapat Anda perhatikan pada tabel 6.
Marilah kita lanjutkan jenis bilangan kuantum selanjutnya!
3. Bilangan Kuantum Magnetik (m)
Bilangan kuantum magnetik menyatakan orbital tempat ditemukannya elektron pada subkulit tertentu dan arah momentum sudut elektron terhadap inti. Sehingga nilai bilangan kuantum magnetik berhubungan dengan bilangan kuantum azimut. Nilai bilangan kuantum magnetik antara – l sampai + l.
Hubungan antara bilangan kuantum azimut dengan bilangan kuantum magnetik dapat Anda perhatikan pada tabel 6.
Dapatkah anda memahami tabel 1.6 ?
Jika bilangan kuantum azimut (l) = 0, maka atom tersebut memiliki orbital s dengan kotak sebanyak 1 dan bilangan kuantum magnetik 0. sedangkan bilangan kuantum azimut 1, akan memiliki orbital p dengan kotak yang saling menempel sebanyak 3 dan bilangan kuantum magnetik masing-masing kotak secara urut dari kiri ke kanan –1, 0 dan +1. Demikian masing-masing halnya untuk bilangan kuantum azimut selanjutnya.
4. Bilangan Kuantum Spin (s)
Jika bilangan kuantum azimut (l) = 0, maka atom tersebut memiliki orbital s dengan kotak sebanyak 1 dan bilangan kuantum magnetik 0. sedangkan bilangan kuantum azimut 1, akan memiliki orbital p dengan kotak yang saling menempel sebanyak 3 dan bilangan kuantum magnetik masing-masing kotak secara urut dari kiri ke kanan –1, 0 dan +1. Demikian masing-masing halnya untuk bilangan kuantum azimut selanjutnya.
4. Bilangan Kuantum Spin (s)
Lambang bilangan kuantum spin adalah s
yang menyatakan arah rotasi elektron pada porosnya. Ada dua kemungkinan
arah rotasi yaitu searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Hal
ini seperti berputarnya gasing atau mata uang logam. Pernahkan Anda
bermain gasing? Apakah Anda memperhatikan arah berputarnya gasing pada
porosnya? Jika belum pernah bermain gasing, cobalah dengan cara lain
seperti berikut ini! Letakan uang logam tegak dengan lantai yang
dipegang oleh ibu jari dan jari telunjuk.
Perhatikan gambar!
Perhatikan gambar!
Setelah koin berdiri tegak, bengkokkan jari telunjuk Anda.
Apa yang terjadi?
Bagaimana seandainya ibu jari yang di bengkokkan?
Jika Anda melakukan dengan benar, maka pada saat ibu jari telunjuk yang dibengkokkan maka uang logam akan berputar searah jarum jam, sedangkan untuk ibu jari yang dibengkokkan maka uang logam akan berputar berlawanan arah jarum jam.
Begitulah elektron yang berotasi, bila searah jarum jam maka memiliki nilai s=+½ dan dalam orbital dituliskan dengan tanda panah ke atas. Sebaliknya untuk elektron yang berotasi berlawanan arah jarum jam maka memiliki nilai s = -½ dan dalam orbital dituliskan dengan tanda panah ke bawah.
Dari uraian arah rotasi maka kiata dapat mengetahui bahwa dalam satu orbital atau kotak maksimum memiliki 2 elektron.
Marilah kita gabungkan ke empat uraian tentang bilangan kuantum yang telah dipelajari.
Perhatikanlah tabel 7.
Apa yang terjadi?
Bagaimana seandainya ibu jari yang di bengkokkan?
Jika Anda melakukan dengan benar, maka pada saat ibu jari telunjuk yang dibengkokkan maka uang logam akan berputar searah jarum jam, sedangkan untuk ibu jari yang dibengkokkan maka uang logam akan berputar berlawanan arah jarum jam.
Begitulah elektron yang berotasi, bila searah jarum jam maka memiliki nilai s=+½ dan dalam orbital dituliskan dengan tanda panah ke atas. Sebaliknya untuk elektron yang berotasi berlawanan arah jarum jam maka memiliki nilai s = -½ dan dalam orbital dituliskan dengan tanda panah ke bawah.
Dari uraian arah rotasi maka kiata dapat mengetahui bahwa dalam satu orbital atau kotak maksimum memiliki 2 elektron.
Marilah kita gabungkan ke empat uraian tentang bilangan kuantum yang telah dipelajari.
Perhatikanlah tabel 7.
Apa yang dapat Anda simpulkan dari tabel 7 ?
Bila kulit atom sama (bilangan kuantum utama sama), subkulit (bilangan kuantum azimut) dan orbital (bilangan kuantum magnetik) serta arah (bilangan kuantum spin) dapat berbeda.
Contohnya:
kulit ke 2 dapat memiliki bilangan kuantum azimut 0 atau 1 dan bilangan kuantum magnetiknya bisa –1, 0 atau +1 sesuai dengan posisi dalam kotak serta memiliki bilangan kuantum spin yang dapat berbeda sesuai arah panahnya.
Bila kulit atom sama (bilangan kuantum utama sama), subkulit (bilangan kuantum azimut) dan orbital (bilangan kuantum magnetik) serta arah (bilangan kuantum spin) dapat berbeda.
Contohnya:
kulit ke 2 dapat memiliki bilangan kuantum azimut 0 atau 1 dan bilangan kuantum magnetiknya bisa –1, 0 atau +1 sesuai dengan posisi dalam kotak serta memiliki bilangan kuantum spin yang dapat berbeda sesuai arah panahnya.
Bentuk dan Orientasi Orbital
Energi dan bentuk orbital diturunkan dari
persamaan gelombang (ϕ = psi), sedangkan besaran pangkat dua (ϕ2) dari
persamaan gelombang menyatakan rapatan muatan atau peluang menemukan
elektron pada suatu titik dan jarak tertentu dari inti. Bentuk orbital
tergantung pada bilangan kuantum azimuth (l), artinya orbital dengan
bilangan kuantum azimuth yang sama akan mempunyai bentuk yang sama.
Orbital 1s, 2s, dan 3s akan mempunyai bentuk yang sama, tetapi ukuran atau tingkat energinya berbeda.
1. Orbital s
Orbital yang paling sederhana untuk dipaparkan adalah orbital 1s. Gambar berikut menunjukkan tiga cara pemaparan orbital 1s.
Gambar menunjukkan bahwa rapatan muatan maksimum adalah pada
titik-titik di sekitar (dekat) inti. Rapatan berkurang secara eksponen
dengan bertambahnya jarak dari inti. Pola bercak-bercak (gambar) secara
jelas menunjukkan bahwa rapatan muatan meluas secara simetris ke semua
arah dengan jarak antar bercak yang berangsur meningkat. Secara teori
peluang, untuk menemui elektron tidak pernah mencapai nol. Oleh karena
itu tidak mungkin menggambarkan suatu orbital secara lengkap. Biasanya
gambar orbital dibatasi, sehingga mencakup bagian terbesar (katakanlah
90%) peluang menemukan elektron. Gambar (c) adalah orbital 1s dengan kontur 90%. Dalam teori atom modern, jari-jari atomdidefinisikan
sebagai jarak dari inti hingga daerah dengan peluang terbesar menemukan
elektron pada orbital terluar. Bentuk dan orientasi orbital 2s diberikan pada gambar. Sama dengan orbital 1s,
rapatan muatan terbesar adalah pada titik-titik sekitar inti. Rapatan
menurun sampai mencapai nol pada jarak tertentu dari inti. Daerah tanpa
peluang menemukan elektron ini disebut simpul. Selanjutnya,
rapatan muatan elektron meningkat kembali sampai mencapai maksimum,
kemudian secara bertahap menurun mendekati nol pada jarak yang lebih
jauh. Peluang terbesar menemukan elektron pada orbital 2s adalah pada awan lapisan kedua. Sedangkan untuk orbital 3s juga mempunyai pola yang mirip dengan orbital 2s, tetapi dengan 2 simpul. Kontur 90% dari orbital 3s ditunjukkan pada gambar (b), di mana peluang untuk menemukan elektron pada orbital 3s adalah pada awan lapisan ketiga.
Orbital 1s, 2s, 3s Sumber: Chemistry, The Molecular Nature of Matter and Change, Martin S. Silberberg. 2000.
2. Orbital p
Rapatan muatan elektron orbital 2p adalah
nol pada inti, meningkat hingga mencapai maksimum di kedua sisi,
kemudian menurun mendekati nol seiring dengan bertambahnya jarak dari
inti. Setiap subkulit p ( = 1) terdiri dari tiga orbital yang setara sesuai dengan tiga harga m untuk = 1, yaitu -1, 0, dan +1. Masing-masing diberi nama px, py, dan pz sesuai dengan orientasinya dalam ruang. Kontur yang disederhanakan dari ketiga orbital 2p diberikan pada gambar (c). Distribusi rapatan muatan elektron pada orbital 3p ditunjukkan pada gambar (b). Sedangkan kontur orbital 3p dapat juga digambarkan seperti gambar (a) (seperti balon terpilin), tetapi ukurannya relatif lebih besar.
Orbital px, py, pz Sumber: Sumber: Chemistry, The Molecular Nature of Matter and Change, Martin S. Silberberg. 2000
3. Orbital d dan f
Orbital dengan bilangan azimuth l = 2, yaitu orbital d, mulai terdapat pada kulit ketiga (n = 3). Setiap subkulit d terdiri atas lima orbital sesuai dengan lima harga m untuk l = 2, yaitu m = –2, –1, 0, +1, dan +2. Kelima orbital d itu diberi nama sesuai dengan orientasinya, sebagai x2–x2 d , dxy, dxz, dyz, dan z d 2 . Kontur dari kelima orbital 3d diberikan pada gambar berikut. Walaupun orbital z d 2 mempunyai bentuk yang berbeda dari empat orbital d lainnya, tetapi energi dari kelima orbital itu setara.
Orbital dengan bilangan azimuth l = 2, yaitu orbital d, mulai terdapat pada kulit ketiga (n = 3). Setiap subkulit d terdiri atas lima orbital sesuai dengan lima harga m untuk l = 2, yaitu m = –2, –1, 0, +1, dan +2. Kelima orbital d itu diberi nama sesuai dengan orientasinya, sebagai x2–x2 d , dxy, dxz, dyz, dan z d 2 . Kontur dari kelima orbital 3d diberikan pada gambar berikut. Walaupun orbital z d 2 mempunyai bentuk yang berbeda dari empat orbital d lainnya, tetapi energi dari kelima orbital itu setara.
Orbital d Sumber: Sumber: Chemistry, The
Molecular Nature of Matter and Change, Martin S. Silberberg. 2000.
Orbital f lebih rumit dan lebih sukar untuk dipaparkan, tetapi hal itu
tidaklah merupakan masalah penting. Setiap subkulit f terdiri atas 7
orbital, sesuai dengan 7 harga m untuk l = 3.
Seluruh orbital d Sumber: Chemistry, The Molecular Nature of Matter and Change, Martin S. Silberberg. 2000.
Salah satu dari tujuh orbital 4 f, yaitu
orbital f xyz Sumber: Chemistry, The Molecular Nature of Matter and
Change, Martin S. Silberberg. 2000.
Konfigurasi Elektron
Halaman ini menjelaskan bagaimana menuliskan konfigurasi elektron menggunakan notasi s,p dan d.
Konfigurasi elektron dari atom
Hubungan antara orbital dengan tabel periodik
Kita akan melihat bagaimana cara
menuliskan konfigurasi elektron sampai pada orbital d. Halaman ini akan
menjelaskan konfigurasi berdasarkan tabel periodik sederhana di atas ini
dan selanjutnya pengaplikasiannya pada konfigurasi atom yang lebih
besar.
Periode Pertama
Hidrogen hanya memiliki satu elektron pada orbital 1s, kita dapat menuliskannya dengan 1s1 dan helium memiliki dua elektron pada orbital 1s sehingga dapat dituliskan dengan 1s2
Periode kedua
Periode kedua
Sekarang kita masuk ke level kedua, yaitu
periode kedua. Elektron litium memenuhi orbital 2s karena orbital ini
memiliki energi yang lebih rendah daripada orbital 2p. Litium memiliki
konfigurasi elektron 1s22s1. Berilium memiliki elektron kedua pada level yang sama – 1s22s2.
Sekarang kita mulai mengisi level 2p.
Pada level ini seluruhnya memiliki energi yang sama, sehingga elektron
akan menempati tiap orbital satu persatu.
B1s22s22px1
C1s22s22px12py 1
N1s22s22px12py 12pz1
C1s22s22px12py 1
N1s22s22px12py 12pz1
Elektron selanjutnya akan membentuk sebuah pasangan dengan elektron tunggal yang sebelumnya menempati orbital.
O1s22s22px22p y12pz1
F1s22s22px22py 22pz1
Ne 1s22s22px22py 22pz2
F1s22s22px22py 22pz1
Ne 1s22s22px22py 22pz2
Kita dapat melihat di sini bahwa semakin
banyak jumlah elektron, semakin merepotkan bagi kita untuk menuliskan
struktur elektron secara lengkap. Ada dua cara penulisan untuk mengatasi
hal ini dan kita harus terbiasa dengan kedua cara ini.
Cara singkat pertama : Seluruh variasi orbital p dapat dituliskan secara bertumpuk. Sebagai contoh, flor dapat ditulis sebagai 1s22s22p5, dan neon sebagai 1s22s22p6.
Penulisan ini biasa dilakukan jika
elektron berada dalam kulit dalam. Jika elektron berada dalam keadaan
berikatan (di mana elektron berada di luar atom), terkadang ditulis
dalam cara singkat, terkadang dengan cara penuh.
Sebagai contoh, walaupun kita belum membahas konfigurasi elektron dari klor, kita dapat menuliskannya sebagai 1s22s22p63s23px23p y23pz1.
Perhatikan bahwa elektron-elektron pada
orbital 2p bertumpuk satu sama lain sementara orbital 3p dituliskan
secara penuh. Sesungguhnya elektron-elektron pada orbital 3p terlibat
dalam pembentukan ikatan karena berada pada kulit terluar dari atom,
sementara elektron-elektron pada 2p terbenam jauh di dalam atom dan
hampir bisa dikatakan tidak berperan sama sekali.
Cara singkat kedua : Kita dapat menumpukkan seluruh elektron-elektron terdalam dengan menggunakan, sebagai contoh, simbol [Ne]. Di dalam konteks ini, [Ne] berarti konfigurasi elektron dari atom neon -dengan kata lain 1s22s22px22py22p z2.
Berdasarkan cara di atas kita dapat menuliskan konfigurasi elektron klor dengan [Ne]3s23px23py23pz1.
Periode ketiga
Mulai dari neon, seluruh orbital tingkat
kedua telah dipenuhi elekton, selanjutnya kita harus memulai dari
natrium pada periode ketiga. Cara pengisiannya sama dengan
periode-periode sebelumnya, kecuali adalah sekarang semuanya berlangsung
pada periode ketiga.
Sebagai contoh :
cara singkat | ||
Mg | 1s22s22p63s2 | [Ne]3s2 |
S | 1s22s22p63s23px 23py13pz1 | [Ne]3s23px23py13p z1 |
Ar | 1s22s22p63s23px 23py23pz2 | [Ne]3s23px23py23p z2 |
Permulaan periode keempat
Sampai saat ini kita belum mengisi
orbital tingkat 3 sampai penuh – tingkat 3d belum kita gunakan. Tetapi
kalau kita melihat kembali tingkat energi orbital-orbital, kita dapat
melihat bahwa setelah 3p energi orbital terendah adalah 4s – oleh karena
itu elektron mengisinya terlebih dahulu.
K | 1s22s22p63s23p6 4s1 |
Ca | 1s22s22p63s23p6 4s2 |
Bukti kuat tentang hal ini ialah bahwa elemen seperti natrium ( 1s22s22p63s1 ) dan kalium ( 1s22s22p63s23p64s 1 ) memiliki sifat kimia yang mirip.
Elektron terluar menentukan sifat dari
suatu elemen. Sifat keduanya tidak akan mirip bila konfigurasi elektron
terluar dari kalium adalah 3d1.
Elemen blok s dan p
Elemen-elemen pada golongan 1 dari tabel periodik memiliki konfigurasi elektron terluar ns1 (dimana n merupakan nomor antara 2 sampai 7). Seluruh elemen pada golongan 2 memiliki konfigurasi elektron terluar ns2. Elemen-elemen di grup 1 dan 2 dideskripsikan sebagai elemen-elemen blok s.
Elemen-elemen dari golongan 3 seterusnya
hingga gas mulia memiliki elektron terluar pada orbital p. Oleh
karenanya, dideskripsikan dengan elemen-elemen blok p.
Elemen blok d
Perhatikan bahwa orbital 4s memiliki
energi lebih rendah dibandingkan dengan orbital 3d sehingga orbital 4s
terisi lebih dahulu. Setelah orbital 3d terisi, elektron selanjutnya
akan mengisi orbital 4p.
Elemen-elemen pada blok d adalah elemen
di mana elektron terakhir dari orbitalnya berada pada orbital d. Periode
pertama dari blok d terdiri dari elemen dari skandium hingga seng, yang
umumnya kita sebut dengan elemen transisi atau logam transisi. Istilah
“elemen transisi” dan “elemen blok d” sebenarnya tidaklah memiliki arti
yang sama, tetapi dalam perihal ini tidaklah menjadi suatu masalah.
Elektron d hampir selalu dideskripsikan
sebagai, sebagai contoh, d5 atau d8 – dan bukan ditulis dalam orbital
yang terpisah-pisah. Perhatikan bahwa ada 5 orbital d, dan elektron akan
menempati orbital sendiri sejauh ia mungkin. Setelah 5 elektron
menempati orbital sendiri-sendiri barulah elektron selanjutnya
berpasangan.
d5 berarti
d8 berarti
Perhatikan bentuk pengisian orbital pada level 3, terutama pada pengisian atom 3d setelah 4s.
Sc | 1s22s22p63s23p6 3d14s2 |
Ti | 1s22s22p63s23p6 3d24s2 |
V | 1s22s22p63s23p6 3d34s2 |
Cr | 1s22s22p63s23p6 3d54s1 |
Perhatikan bahwa kromium tidak mengikuti
keteraturan yang berlaku. Pada kromium elektron-elektron pada orbital 3d
dan 4s ditempati oleh satu elektron. Memang, mudah untuk diingat
jikalau keteraturan ini tidak berantakan – tapi sayangnya tidak !
Mn1s22s22p63s23p6 3d54s2(kembali ke keteraturan semula)
Fe1s22s22p63s23p6 3d64s2
Co1s22s22p63s23p6 3d74s2
Ni1s22s22p63s23p6 3d84s2
Cu1s22s22p63s23p6 3d104s1 (perhatikan!)
Zn1s22s22p63s23p6 3d104s2
Pada elemen seng proses pengisian orbital d selesai.
Fe1s22s22p63s23p6 3d64s2
Co1s22s22p63s23p6 3d74s2
Ni1s22s22p63s23p6 3d84s2
Cu1s22s22p63s23p6 3d104s1 (perhatikan!)
Zn1s22s22p63s23p6 3d104s2
Pada elemen seng proses pengisian orbital d selesai.
Pengisian sisa periode 4
Orbital selanjutnya adalah 4p, yang
pengisiannya sama seperti 2p atau 3p. Kita sekarang kembali ke elemen
dari galium hingga kripton. Sebagai contoh, Brom, memilki konfigurasi
elektron 1s22s22p63s23p63d104s 24px24py24pz1.
Rangkuman
Menuliskan konfigurasi elektron dari hidrogen sampai kripton
- Gunakan tabel periodik untuk mendapatkan nomor atom yang berarti banyaknya jumlah elektron.
- Isilah orbital-orbital dengan urutan 1s, 2s, 2p, 3s, 3p, 4s, 3d, 4p sampai elektron-elektron selesai terisi. Cermatilah keteraturan pada orbital 3d ! Isilah orbital p dan d dengan elektron tunggal sebisa mungkin sebelum berpasangan.
- Ingat bahwa kromium dan tembaga memiliki konfigurasi elektron yang tidak sesuai dengan keteraturan.
Menuliskan struktur elektron elemen-elemen “besar” pada blok s dan p
Pertama kita berusaha untuk mengetahui
jumlah elektron terluar. Jumlah elektron terluar sama dengan nomor
golongan. Sebagai contoh, seluruh elemen pada golongan 3 memiliki 3
elektron pada level terluar. Lalu masukkan elektron-elektron tersebut ke
orbital s dan p. Pada level orbital ke berapa ? Hitunglah periode pada
tabel periodik.
Sebagai contoh, Yodium berada
pada golongan 7 dan oleh karenanya memiliki 7 elektron terluar. Yodium
berada pada periode 5 dan oleh karenanya elekton mengisi pada orbital 5s
dan 5p. Jadi, Yodium memiliki konfigurasi elektron terluar 5s25px25py25pz 1.
Bagaimana dengan konfigurasi elektron di
dalamnya ? Level 1, 2, dan 3 telah terlebih dahulu terisi penuh, dan
sisanya tinggal 4s, 4p, dan 4d. Sehingga konfigurasi seluruhnya adalah :
1s22s22p63s23p63d104s 24p64d105s25px25p y25pz1.
Jikalau kita telah menyelesaikannya, hitunglah kembali jumlah seluruh elektron yang ada apakah sama dengan nomor atom.
Contoh yang kedua, Barium ,
berada pada golongan 2 dan memiliki 2 elektron terluar. Barium berada
pada periode keenam. Oleh karenanya, Barium memilki konfigurasi elektron
terluar 6s2.
Konfigurasi keseluruhannya adalah : 1s22s22p63s23p63d104s 24p64d105s25p66s2.
Kita mungkin akan terjebak untuk mengisi orbital 5d10 tetapi
ingatlah bahwa orbital d selalu diisi setelah orbital s pada level
selanjutnya terisi. Sehingga orbital 5d diisi setelah 6s dan 3d diisi
setelah 4s.
SISTEM PERIODIK UNSUR
Hubungan Sistem Periodik dengan Konfigurasi Elektron
Para ahli kimia pada abad ke-19 mengamati
bahwa terdapat kemiripan sifat yang berulang secara periodik (berkala)
di antara unsur-unsur. Kita telah mempelajari usaha pengelompokan unsur
berdasarkan kesamaan sifat, mulai dari Johann Wolfgang Dobereiner (1780 – 1849) pada tahun 1829 dengan kelompok-kelompok triad. Kemudian pada tahun 1865, John Alexander Reina Newlands (1838 – 1898) mengemukakan pengulangan unsur-unsur secara oktaf, serta Julius Lothar Meyer (1830 – 1895) dan Dmitri Ivanovich Mendeleev (1834
– 1907) pada tahun 1869 secara terpisah berhasil menyusun unsur-unsur
dalam sistem periodik, yang kemudian disempurnakan dan diresmikan oleh
IUPAC pada tahun 1933. Unsur-unsur yang jumlah kulitnya sama ditempatkan
pada periode (baris) yang sama.
Nomor periode = jumlah kulit
Unsur-unsur yang hanya mempunyai satu
kulit terletak pada periode pertama (baris paling atas). Unsur-unsur
yang mempunyai dua kulit terletak pada periode kedua (baris kedua), dan
seterusnya.
Contoh:
• 5B : 1s2, 2s2, 2p1 periode 2
• 15P : 1s2, 2s2, 2p6, 3s2, 3p3 periode 3
• 25Mn : [Ar], 3d5, 4s2 periode 4
• 35Br : [Ar], 3d10, 4s2, 4p5 periode 4
Dari contoh di atas, dapat disimpulkan
bahwa untuk menentukan nomor periode suatu unsur dapat diambil dari
nomor kulit paling besar. Dengan berkembangnya pengetahuan tentang
struktur atom, telah dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat unsur
ditentukan oleh konfigurasi elektronnya, terutama oleh elektron valensi.
Unsur-unsur yang memilikistruktur elektron terluar (elektron valensi) yang sama ditempatkan pada golongan (kolom) yang sama.
Dengan demikian, unsur-unsur yang segolongan memiliki sifat-sifat kimia
yang sama. Penentuan nomor golongan tidaklah sesederhana seperti
penentuan nomor periode. Distribusi elektron-elektron terluar pada
subkulit s, p, d, dan fsangatlah menentukan sifat-sifat kimia suatu unsur.
Kegunaan Sistem Periodik
Sistem periodik dapat digunakan untuk memprediksi harga bilangan oksidasi, yaitu:
1. Nomor golongan suatu unsur, baik unsur
utama maupun unsur transisi, menyatakan bilangan oksidasi tertinggi
yang dapat dicapai oleh unsur tersebut. Hal ini berlaku bagi unsur logam
dan unsur non logam.
2. Bilangan oksidasi terendah yang dapat
dicapai oleh suatu unsur bukan logam adalah nomor golongan dikurangi
delapan. Adapun bilangan oksidasi terendah bagi unsur logam adalah nol.
Hal ini disebabkan karena unsur logam tidak mungkin mempunyai bilangan
oksidasi negatif.
Ni buat agan-agan yang ingin melihat tabel periodik unsur dalam bentuk flash, silahkan di download filenya disini :D
IKATAN KIMIA
Bentuk Geometri Molekul
Bentuk molekul berkaitan dengan susunan ruang atom-atom dalam molekul. Berikut ini bentuk geometri dari beberapa molekul.
Bentuk geometri dari beberapa molekul sederhana
Kita dapat menentukan bentuk molekul dari
hasil percobaan maupun dengan cara meramalkan bentuk molekul melalui
pemahaman struktur elektron dalam molekul. Pada subbab ini, kita akan
membahas cara meramalkan bentuk molekul berdasarkan teori tolak-menolak
elektron-elektron pada kulit luar atom pusatnya.
Teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion)
Teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion)
menyatakan bahwa pasangan elektron dalam ikatan kimia ataupun pasangan
elektron yang tidak dipakai bersama (yaitu pasangan elektron “mandiri”)
saling tolakmenolak, pasangan elektron cenderung untuk berjauhan satu
sama lain. Menurut asas Pauli, jika sepasang elektron menempati suatu
orbital, maka elektron lain bagaimanapun rotasinya tidak dapat
berdekatan dengan pasangan tersebut. Teori ini menggambarkan arah
pasangan elektron terhadap inti suatu atom. Gaya tolak-menolak antara
dua pasang elektron akan semakin kuat dengan semakin kecilnya jarak
antara kedua pasang elektron tersebut. Gaya tolakan akan menjadi semakin
kuat jika sudut di antara kedua pasang elektron tersebut besarnya 90º.
Selain itu, tolakan yang melibatkan pasangan elektron mandiri lebih kuat
daripada yang melibatkan pasangan ikatan (Ralph H. Petrucci, 1985).
Berikut ini adalah urutan besarnya gaya tolakan antara dua pasang elektron.
pasangan mandiri – pasangan mandiri > pasangan mandiri – pasangan ikatan > pasangan ikatan – pasangan ikatan.
Teori Hibridisasi
Teori domain elektron dapat digunakan
untuk meramalkan bentuk molekul, tetapi teori ini tidak dapat digunakan
untuk mengetahui penyebab suatu molekul dapat berbentuk seperti itu.
Sebagai contoh, teori domain elektron meramalkan molekul metana (CH4)
berbentuk tetrahedron dengan 4 ikatan C-H yang ekuivalen dan fakta
eksperimen juga sesuai dengan ramalan tersebut, akan tetapi mengapa
molekul CH4dapat berbentuk tetrahedron? Pada tingkat dasar, atom C (nomor atom = 6) mempunyai konfigurasi elektron sebagai berikut.
Dengan konfigurasi elektron seperti itu,
atom C hanya dapat membentuk 2 ikatan kovalen (ingat, hanya elektron
tunggal yang dapat dipasangkan untuk membentuk ikatan kovalen). Oleh
karena ternyata C membentuk 4 ikatan kovalen, dapat dianggap bahwa 1
elektron dari orbital 2s dipromosikan ke orbital 2p, sehingga C mempunyai 4 elektron tunggal sebagai berikut.
menjadi
Namun demikian, keempat elektron tersebut tidaklah ekuivalen dengan satu pada satu orbital 2s dan tiga pada orbital 2p, sehingga tidak dapat menjelaskan penyebab C pada CH4 dapat
membentuk 4 ikatan ekuivalen yang equivalen. Untuk menjelaskan hal ini,
maka dikatakan bahwa ketika atom karbon membentuk ikatan kovalen dengan
H membentuk CH4, orbital 2s dan ketiga orbital 2p mengalami hibridisasi membentuk 4 orbital yang setingkat. Orbital hibridanya ditandai dengansp3 untuk menyatakan asalnya, yaitu satu orbital s dan 3 orbital p. 6C: 1s2 2s1 2p3 mengalami hibridisasi menjadi 6C : 1s2 (2sp3)4 Hibridisasi tidak hanya menyangkut tingkat energi, tetapi juga bentuk orbital gambar. Sekarang, C dengan 4 orbital hibrida sp3, dapat membentuk 4 ikatan kovalen yang equivalen. Jadi, hibridisasi adalah peleburan orbital-orbital dari tingkat energi yang berbeda menjadi orbital-orbital yang setingkat.
Bentuk molekul CH4
Jumlah orbital hibrida (hasil hibridisasi) sama dengan jumlah orbital yang terlihat pada hibridasi itu.
Gaya Tarik Dipol-Dipol
Molekul yang sebaran muatannya tidak simetris, bersifat polar dan
mempunyai dua ujung yang berbeda muatan (dipol). Dalam zat polar,
molekulmolekulnya cenderung menyusun diri dengan ujung (pol) positif
berdekatan dengan ujung (pol) negatif dari molekul di dekatnya. Suatu
gaya tarik-menarik yang terjadi disebut gaya tarik dipol-dipol.
Gaya tarik dipol-dipol lebih kuat dibandingkan gaya dispersi (gaya
London), sehingga zat polar cenderung mempunyai titik cair dan titik
didih lebih tinggi dibandingkan zat nonpolar yang massa molekulnya
kira-kira sama. Contohnya normal butana dan aseton (James E. Brady,
2000).
Gaya-gaya antarmolekul, yaitu gaya dispersi (gaya London) dan gaya dipol dipol, secara kolektif disebut gaya Van der Waals. Gaya dispersi terdapat pada setiap zat, baik polar maupun nonpolar. Gaya dipol-dipol yang terdapat pada zat polar menambah gaya dispersi dalam zat itu. Dalam membandingkan zat zat yang mempunyai massa molekul relatif (Mr) kira-kira sama, adanya gaya dipol-dipol dapat menghasilkan perbedaan sifat yang cukup nyata. Misalnya, normal butana dengan aseton. Akan tetapi dalam membandingkan zat dengan massa molekul relatif (Mr) yang berbeda jauh, gaya dispersi menjadi lebih penting. Misalnya, HCl dengan HI, HCl (momen dipol = 1,08) lebih polar dari HI (momen dipol = 0,38). Kenyataannya, HI mempunyai titik didih lebih tinggi daripada HCl. Fakta itu menunjukkan bahwa gaya Van der Waals dalam HI lebih kuat daripada HCl. Berarti, lebih polarnya HCl tidak cukup untuk mengimbangi kecenderungan peningkatan gaya dispersi akibat pertambahan massa molekul dari HI.
Gaya Tarik Antarmolekul
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menemukan berbagai jenis zat yang partikelnya berupa molekul dan berbeda fasa. Dalam fasa gas, pada suhu tinggi dan tekanan yang relatif rendah (jauh di atas titik didihnya), molekul-molekul benar-benar berdiri sendiri, tidak ada gaya tarik antarmolekul. Akan tetapi, pada suhu yang relatif rendah dan tekanan yang relatif tinggi, yaitu mendekati titik embunnya, terdapat suatu gaya tarik-menarik antarmolekul. Gaya tarik menarik antar molekul itulah yang memungkinkan suatu gas dapat mengembun (James E. Brady, 1990).
Molekul-molekul dalam zat cair atau dalam zat padat diikat oleh gaya tarikmenarik antar molekul. Oleh karena itu, untuk mencairkan suatu zat padat atau untuk menguapkan suatu zat cair diperlukan energi untuk mengatasi gaya tarik-menarik antar molekul. Makin kuat gaya tarik antar molekul, makin banyak energi yang diperlukan untuk mengatasinya, maka semakin tinggi titik cair atau titik didih.
Gaya Tarik-Menarik Dipol Sesaat – Dipol Terimbas (Gaya London)
Antarmolekul nonpolar terjadi tarik-menarik yang lemah akibat terbentuknya dipol sesaat. Pada waktu membahas struktur elektron, kita mengacu pada peluang untuk menemukan elektron di daerah tertentu pada waktu tertentu. Elektron senantiasa bergerak dalam orbit. Perpindahan elektron dari suatu daerah ke daerah lainnya menyebabkan suatu molekul yang secara normal bersifat nonpolar menjadi polar, sehingga terbentuk suatu dipol sesaat. Dipol yang terbentuk dengan cara itu disebut dipol sesaat karena dipol itu dapat berpindah milyaran kali dalam 1 detik. Pada saat berikutnya, dipol itu hilang atau bahkan sudah berbalik arahnya. Suatu saat yang mungkin terjadi digambarkan pada gambar
Gaya London
Dipol sesaat pada suatu molekul dapat mengimbas pada molekul di sekitarnya, sehingga membentuk suatu dipol terimbas. Hasilnya adalah suatu gaya tarik-menarik antarmolekul yang lemah. Penjelasan teoritis mengenai gaya-gaya ini dikemukakan oleh Fritz London pada tahun 1928. Oleh karena itu gaya ini disebut gaya London (disebut juga gaya dispersi) (James E. Brady, 1990).
Kemudahan suatu molekul untuk membentuk dipol sesaat atau untuk mengimbas suatu molekul disebut polarisabilitas. Polarisabilitas berkaitan dengan massa molekul relatif (Mr) dan bentuk molekul. Pada umumnya, makin banyak jumlah elektron dalam molekul, makin mudah mengalami polarisasi. Oleh karena jumlah elektron berkaitan dengan massa molekul relatif, maka dapat dikatakan bahwa makin besar massa molekul relatif, makin kuat gaya London. Misalnya, radon (Ar = 222) mempunyai titik didih lebih tinggi dibandingkan helium (Ar = 4), 221 K untuk Rn dibandingkan dengan 4 K untuk He. Molekul yang bentuknya panjang lebih mudah mengalami polarisasi dibandingkan molekul yang kecil, kompak, dan simetris. Misalnya, normal pentana mempunyai titik cair dan titik didih yang lebih tinggi dibandingkan neopentana. Kedua zat itu mempunyai massa molekul relatif yang sama besar.
Bentuk molekul dan polarisabilitas
Gaya dispersi (gaya London) merupakan gaya yang relatif lemah. Zat yang molekulnya bertarikan hanya berdasarkan gaya London, yang mempunyai titik leleh dan titik didih yang rendah dibandingkan dengan zat lain yang massa molekul relatifnya kira-kira sama. Jika molekul-molekulnya kecil, zat-zat itu biasanya berbentuk gas pada suhu kamar, misalnya hidrogen (H2), nitrogen (N2), metana (CH4), dan gas-gas mulia.
Gaya-gaya antarmolekul, yaitu gaya dispersi (gaya London) dan gaya dipol dipol, secara kolektif disebut gaya Van der Waals. Gaya dispersi terdapat pada setiap zat, baik polar maupun nonpolar. Gaya dipol-dipol yang terdapat pada zat polar menambah gaya dispersi dalam zat itu. Dalam membandingkan zat zat yang mempunyai massa molekul relatif (Mr) kira-kira sama, adanya gaya dipol-dipol dapat menghasilkan perbedaan sifat yang cukup nyata. Misalnya, normal butana dengan aseton. Akan tetapi dalam membandingkan zat dengan massa molekul relatif (Mr) yang berbeda jauh, gaya dispersi menjadi lebih penting. Misalnya, HCl dengan HI, HCl (momen dipol = 1,08) lebih polar dari HI (momen dipol = 0,38). Kenyataannya, HI mempunyai titik didih lebih tinggi daripada HCl. Fakta itu menunjukkan bahwa gaya Van der Waals dalam HI lebih kuat daripada HCl. Berarti, lebih polarnya HCl tidak cukup untuk mengimbangi kecenderungan peningkatan gaya dispersi akibat pertambahan massa molekul dari HI.
Gaya Tarik Antarmolekul
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menemukan berbagai jenis zat yang partikelnya berupa molekul dan berbeda fasa. Dalam fasa gas, pada suhu tinggi dan tekanan yang relatif rendah (jauh di atas titik didihnya), molekul-molekul benar-benar berdiri sendiri, tidak ada gaya tarik antarmolekul. Akan tetapi, pada suhu yang relatif rendah dan tekanan yang relatif tinggi, yaitu mendekati titik embunnya, terdapat suatu gaya tarik-menarik antarmolekul. Gaya tarik menarik antar molekul itulah yang memungkinkan suatu gas dapat mengembun (James E. Brady, 1990).
Molekul-molekul dalam zat cair atau dalam zat padat diikat oleh gaya tarikmenarik antar molekul. Oleh karena itu, untuk mencairkan suatu zat padat atau untuk menguapkan suatu zat cair diperlukan energi untuk mengatasi gaya tarik-menarik antar molekul. Makin kuat gaya tarik antar molekul, makin banyak energi yang diperlukan untuk mengatasinya, maka semakin tinggi titik cair atau titik didih.
Gaya Tarik-Menarik Dipol Sesaat – Dipol Terimbas (Gaya London)
Antarmolekul nonpolar terjadi tarik-menarik yang lemah akibat terbentuknya dipol sesaat. Pada waktu membahas struktur elektron, kita mengacu pada peluang untuk menemukan elektron di daerah tertentu pada waktu tertentu. Elektron senantiasa bergerak dalam orbit. Perpindahan elektron dari suatu daerah ke daerah lainnya menyebabkan suatu molekul yang secara normal bersifat nonpolar menjadi polar, sehingga terbentuk suatu dipol sesaat. Dipol yang terbentuk dengan cara itu disebut dipol sesaat karena dipol itu dapat berpindah milyaran kali dalam 1 detik. Pada saat berikutnya, dipol itu hilang atau bahkan sudah berbalik arahnya. Suatu saat yang mungkin terjadi digambarkan pada gambar
Gaya London
Dipol sesaat pada suatu molekul dapat mengimbas pada molekul di sekitarnya, sehingga membentuk suatu dipol terimbas. Hasilnya adalah suatu gaya tarik-menarik antarmolekul yang lemah. Penjelasan teoritis mengenai gaya-gaya ini dikemukakan oleh Fritz London pada tahun 1928. Oleh karena itu gaya ini disebut gaya London (disebut juga gaya dispersi) (James E. Brady, 1990).
Kemudahan suatu molekul untuk membentuk dipol sesaat atau untuk mengimbas suatu molekul disebut polarisabilitas. Polarisabilitas berkaitan dengan massa molekul relatif (Mr) dan bentuk molekul. Pada umumnya, makin banyak jumlah elektron dalam molekul, makin mudah mengalami polarisasi. Oleh karena jumlah elektron berkaitan dengan massa molekul relatif, maka dapat dikatakan bahwa makin besar massa molekul relatif, makin kuat gaya London. Misalnya, radon (Ar = 222) mempunyai titik didih lebih tinggi dibandingkan helium (Ar = 4), 221 K untuk Rn dibandingkan dengan 4 K untuk He. Molekul yang bentuknya panjang lebih mudah mengalami polarisasi dibandingkan molekul yang kecil, kompak, dan simetris. Misalnya, normal pentana mempunyai titik cair dan titik didih yang lebih tinggi dibandingkan neopentana. Kedua zat itu mempunyai massa molekul relatif yang sama besar.
Bentuk molekul dan polarisabilitas
Gaya dispersi (gaya London) merupakan gaya yang relatif lemah. Zat yang molekulnya bertarikan hanya berdasarkan gaya London, yang mempunyai titik leleh dan titik didih yang rendah dibandingkan dengan zat lain yang massa molekul relatifnya kira-kira sama. Jika molekul-molekulnya kecil, zat-zat itu biasanya berbentuk gas pada suhu kamar, misalnya hidrogen (H2), nitrogen (N2), metana (CH4), dan gas-gas mulia.
Ikatan Hidrogen
Antara molekul-molekul yang sangat polar dan mengandung atom hidrogen
terjadi ikatan hidrogen. Titik didih senyawa “hidrida” dari unsur-unsur
golongan IVA, VA, VIA, dan VIIA, diberikan pada gambar
Titik didih senyawa hidrida dari unsur-unsur golongan IVA, VA, VIA, dan VIIA. Sumber: Chemistry, The Molecular Nature of Matter and Change, Martin S. Silberberg. 2000.
Perilaku normal ditunjukkan oleh senyawa hidrida dari unsur-unsur golongan IVA, yaitu titik didih meningkat sesuai dengan penambahan massa molekul. Kecenderungan itu sesuai dengan yang diharapkan karena dari CH4 ke SnH4 massa molekul relatif meningkat, sehingga gaya Van der Waals juga makin kuat. Akan tetapi, ada beberapa pengecualian seperti yang terlihat pada gambar, yaitu HF, H2O, dan NH3. Ketiga senyawa itu mempunyai titik didih yang luar biasa tinggi dibandingkan anggota lain dalam kelompoknya. Fakta itu menunjukkan adanya gaya tarik-menarik antarmolekul yang sangat kuat dalam senyawa-senyawa tersebut. Walaupun molekul HF, H2O, dan NH3bersifat polar, gaya dipol-dipolnya tidak cukup kuat untuk menerangkan titik didih yang mencolok tinggi itu.
Perilaku yang luar biasa dari senyawa-senyawa yang disebutkan di atas disebabkan oleh ikatan lain yang disebut ikatan hidrogen (James E. Brady, 2000). Oleh karena unsur F, O, dan N sangat elektronegatif, maka ikatan F – H, O – H, dan N – H sangat polar, atom H dalam senyawa-senyawa itu sangat positif. Akibatnya, atom H dari satu molekul terikat kuat pada atom unsur yang sangat elektronegatif (F, O, atau N) dari molekul tetangganya melalui pasangan elektron bebas pada atom unsur berkeelektronegatifan besar itu. Ikatan hidrogen dalam H2O disajikan pada gambar :
Molekul polar air (kiri) dan ikatan hidrogen pada air (kanan).
Ikatan Ion
Titik didih senyawa hidrida dari unsur-unsur golongan IVA, VA, VIA, dan VIIA. Sumber: Chemistry, The Molecular Nature of Matter and Change, Martin S. Silberberg. 2000.
Perilaku normal ditunjukkan oleh senyawa hidrida dari unsur-unsur golongan IVA, yaitu titik didih meningkat sesuai dengan penambahan massa molekul. Kecenderungan itu sesuai dengan yang diharapkan karena dari CH4 ke SnH4 massa molekul relatif meningkat, sehingga gaya Van der Waals juga makin kuat. Akan tetapi, ada beberapa pengecualian seperti yang terlihat pada gambar, yaitu HF, H2O, dan NH3. Ketiga senyawa itu mempunyai titik didih yang luar biasa tinggi dibandingkan anggota lain dalam kelompoknya. Fakta itu menunjukkan adanya gaya tarik-menarik antarmolekul yang sangat kuat dalam senyawa-senyawa tersebut. Walaupun molekul HF, H2O, dan NH3bersifat polar, gaya dipol-dipolnya tidak cukup kuat untuk menerangkan titik didih yang mencolok tinggi itu.
Perilaku yang luar biasa dari senyawa-senyawa yang disebutkan di atas disebabkan oleh ikatan lain yang disebut ikatan hidrogen (James E. Brady, 2000). Oleh karena unsur F, O, dan N sangat elektronegatif, maka ikatan F – H, O – H, dan N – H sangat polar, atom H dalam senyawa-senyawa itu sangat positif. Akibatnya, atom H dari satu molekul terikat kuat pada atom unsur yang sangat elektronegatif (F, O, atau N) dari molekul tetangganya melalui pasangan elektron bebas pada atom unsur berkeelektronegatifan besar itu. Ikatan hidrogen dalam H2O disajikan pada gambar :
Molekul polar air (kiri) dan ikatan hidrogen pada air (kanan).
Ikatan Ion
Tidak ada komentar:
Posting Komentar